السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
SELAMAT DATANG DI PORTAL KEMENTERIAN AGAMA KOTA BINJAI

Kantor Kementerian Agama Kota Binjai

Kantor Kementerian Agama Kota Binjai

sambutan dalam pembukaan Rapat Kerja Asosiasi Majelis Taklim Indonesia (AMTI)

Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Binjai H. Al Ahyu, MA.

Kasubbag Tata Usaha H. Abdul Manan, MA

Pembukaan kegiatan pemilihan Keluarga Sakinah Kota Binjai .

H. Al Ahyu, MA

Foto Bersama Kabag Tata Usaha Kanwil Kemenagsu dalam Launching buku kerja 2015

UPACARA

Upacara 17 Agustus

Persyaratan Pendaftaran Haji

  1. Beragama Islam
  2. Mempunyai KTP yang masih berlaku
  3. berdomisili di Indonesia
  4. Sehat Jasmani dan Rohani
  5. Calon Jamaah Haji Wanita harus disertai Mahramnya
  6. Mengisi SPPH yang ada pada kantor bank penerima setoran Biaya penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH) tempat setor
  7. memperoleh porsi dan membayar/melunasi BPIH
  8. Mendaftar pada Kantor Kemenag Kab./Kota tempat domisili Jamaah
Kemenag Kota Binjai

    Kompilasi Hukum Islam

    KOMPILASI HUKUM ISLAM*
    BUKU I
    HUKUM PERKAWINAN
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
    Pasal 1
    Yang dimaksud dengan :
    a. Peminangan ialah kegiatan kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara
    seorang pria dengan seorang wanita,
    b. Wali hakim ialah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya,
    yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah;
    c. Akad nikah ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh
    mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi;
    d. Mahar adalah pemberiandari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk
    barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam;

    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

    Undang-undang Republik Indonesia
    Nomor 1 Tahun 1974
    Tentang
    Perkawinan
    DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
    Menimbang :
    bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional, perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara.
    Mengingat:
    1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 29 Undang-undang Dasar 1945.
    2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973.
    Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
    M E M U T U S K A N:
    Menetapkan:
    UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN. Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN) 1
    BAB I DASAR PERKAWINAN
    Pasal 1
    Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
    Pasal 2
    (1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
    (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    Pasal 3
    (1) Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri.
    Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami.
    (2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

    Bolehkah Nikah dengan Wali Hakim, jika wali tidak Mau menikahkan

    SOAL:
    Ada kawan saya (perempuan) yang ingin menikah dengan seorang laki-laki, tetapi tidak disetujui oleh keluarganya dengan berbagai alasan, misalnya wajah calon suaminya tidak “cakep”. Kawan saya tersebut terus berusaha melobi keluarganya selama 4 bulan agar dinikahkan tapi keluarganya tetap tidak mau menikahkan. Pertanyaannya :   
    1. Bolehkah perempuan tersebut menikah dengan wali hakim, mengingat usahanya untuk mendapatkan wali nikah tidak berhasil?
    2. Apa itu wali hakim? Bagaimana mendapatkan wali hakim itu? 

    JAWAB :

    Jika wali tidak mau menikahkan, harus dilihat dulu alasannya, apakah alasan syar’i atau alasan tidak syar’i. Alasan syar’i adalah alasan yang dibenarkan oleh hukum syara’, misalnya anak gadis wali tersebut sudah dilamar orang lain dan lamaran ini belum dibatalkan, atau calon suaminya adalah orang kafir (misal beragama Kriten/Katholik), atau orang fasik (misalnya pezina dan suka mabok), atau mempunyai cacat tubuh yang menghalangi tugasnya sebagai suami, dan sebagainya. Jika wali menolak menikahkan anak gadisnya berdasarkan alasan syar’i seperti ini, maka wali wajib ditaati dan kewaliannya tidak berpindah kepada pihak lain (wali hakim) (Lihat HSA Alhamdani, Risalah Nikah, Jakarta : Pustaka Amani, 1989, hal. 90-91)

    Permenag tentang Wali Hakim


    PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 2 TAHUN 1987
    TENTANG
    WALI HAKIM

    MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA


    Menimbang:
    a.




    bahwa sahnya nikah menurut agama Islam ditentukan antara lain dengan adanya Wali Nikah, karena itu apabila Wali Nasab tidak ada, atau mafqud (tidak diketahui di mana berada) atau berhalangan atau tidak memenuhi syarat atau adhal (menolak), maka Wali Nikahnya adalah Wali Hakim;
    b.
    bahwa berhubung Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1952 tentang Wali Hakim, Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1952 tentang Wali Hakim untuk luar Jawa Madura dan Instruksi Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penunjukan Pejabat Wali Hakim, dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini, perlu diadakan penyempurnaan;
     
    c.

    bahwa untuk merealisasikan maksud huruf a dan b diatas perlu menetapkan Peraturan Menteri Agama.

    Syarat-syarat Untuk Melangsungkan Pernikahan Di KUA


    Bagi anda yang akan melangsungkan Pernikahan di KUA (Kantor Urusan Agama) harap membawa surat-surat sebagai berikut :
    1. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk calon Penganten (caten) masing-masing 1 (satu) lembar.
    2. Surat pernyataan belum pernah menikah (masih gadis/jejaka) di atas segel/materai bernilai Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT, RW dan Lurah setempat.
    3. Surat Pengantar RT – RW setempat.
    4. Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model N1, N2, N4, baik calon Suami maupun calon Istri.
    5. Pas photo caten ukuran 2×3 masing-masing 4 (empat) lembar, bagi anggota ABRI berpakaian dinas.
    6. Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Surat Talak/Cerai dari Pengadilan Agama, kalau Duda/Janda mati harus ada surat kematian dan surat Model N6 dari Lurah setempat.
    7. Harus ada izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi :
      • Caten Laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun;
      • Caten Perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun;
      • Laki-laki yang mau berpoligami.
    8. Ijin Orang Tua (Model N5) bagi caten yang umurnya kurang dari 21 Tahun baik caten laki-laki/perempuan.
    9. Bagi caten yang akan menikah bukan di wilayahnya (ke Kecamatan lain) harus ada surat Rekomendasi Nikah dari KUA setempat.
    10. Bagi anggota ABRI dan Sipil ABRI harus ada Izin Kawin dari Pejabat Atasan/Komandan.
    11. Kedua caten mendaftarkan diri ke KUA tempat akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja dari waktu melangsungkan Pernikahan. Apabila kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja, harus melampirkan surat Dispensasi Nikah dari Camat setempat.
    SYARAT-SYARAT PERKAWINAN CAMPURAN (MENIKAH DENGAN WNA) :
    1. Akte Kelahiran/Kenal Lahir
    2. Surat tanda melapor diri (STMD) dari kepolisian
    3. Surat Keterangan Model K II dari Dinas Kependudukan
    4. Tanda lunas pajak bangsa asing (bagi yang bekerja di Indonesia)
    5. Keterangan izin masuk sementara (KIMS) dari Kantor Imigrasi
    6. Pas Port
    7. Surat Keterangan dari Kedutaan/perwakilan Diplomatik yang bersangkutan.
    8. Semua surat-surat yang berbahasa asing harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penterjemah resmi dan tersumpah.